Minggu, 19 Mei 2013

Tugas Softskill 3

Tugas Softskill 2

Tugas Softskill 1

RUANG LINGKUP ILMU EKONOMI

Definisi Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.
Metologi Ekonomi
Metologi ekonomi adalah studi tentang metode, biasanya metode ilmiah, dalam kaitannya dengan ekonomi, termasuk prinsip-prinsip ekonomi yang mendasari penalaran. Istilah 'metodologi' juga biasa, meskipun tidak tepat, digunakan sebagai sinonim untuk mengesankan metode. Sebaliknya, metodologi adalah studi tentang metode.
Banyak dari masalah-masalah umum yang timbul dalam metodologi ilmu-ilmu alam juga berlaku untuk ekonomi. Terkait atau hal lain termasuk:
- Definisi ekonomi
- Lingkup ekonomi sebagaimana didefinisikan oleh metode
- Status ilmiah ekonomi
- Prinsip dasar dan operasional signifikansi teori ekonomi
- Diduga berbuah dan prediksi vs realistis asumsi penyederhanaan aspek, seperti pilihan rasional dan memaksimalkan keuntungan.
- Metodologis individualisme versus holisme dalam teori ekonomi
- Keseimbangan empiris dan apriori pendekatan
- Analisis formalisasi dan metode aksiomatik dalam ilmu ekonomi
- Pembatasan dan penggunaan metode eksperimental
- Analisis teori dan praktek ekonomi kontemporer.

MASALAH POKOK EKONOMI
Menurut Aliran Klasik
Masalah pokok ekonomi sudah ada sejak dulu dan tetap hingga sekarang. Berikut ini kita akan membahas masalah pokok ekonomi yang telah muncul sejak manusia hidup berkelompok atau bermasyarakat berdasarkan tinjauan ekonomi klasik dan ekonomi modern.Ekonomi klasik diwakili oleh ADAM SMITH. Menurut ilmu ekonomi klasik, masalah pokok ekonomi masyarakat dapat digolongkan kepada 3 permasalahan penting yaitu masalah produksi,masalah distribusi, dan masalah konsumsi.
1. Masalah Produksi
Untuk mencapai kemakmuran, baranng-barang kebutuhan harus tersedia ditengah masyarakat, karna masyarakat sangat hitrogen, maka barang-barang yang tersediapun beragam jenisnya sehingga muncul permasalahan bagi produsen, yaitu barang apa saja yang harus diproduksi.
2. Masalah Distribusi
Agar barang atau jasa yang di hasilkan dapat sampai kepada orang yang tepat, dibutuhkan sarana dan prsarana distribusi yang baik.
3. Masalah Konsumsi
Barang hasil produksi yang telah didistribusikan kpd masyarakat idialnya dapat dipakai atau dikonsumsi oleh masyarakat yang tepat dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang tepat pula.

Menurut Aliran Modern

Para ahli ekonomi modrn sepakat bahwa dengan sumberdaya yang tersedia, paling sedikit ada 3 masalah pokok yang dihadapi setiap perekonomian yang harus dipecahkan oleh masyarakat sebagai subjek ekonomi.

Sabtu, 18 Mei 2013

Tiratana (Tiga Mustika)

1. Buddha Ratana (Mustika Buddha)
Sang Buddha adalah Guru Suci Junjungan kita, yang telah mampu memberikan pelajaran-Nya kepada umat manusia dan para dewa untuk mencapai kebebasan mutlak atau Nibbana.

2. Dhamma Ratana (Mustika Dhamma)
Sang Dhamma adalah Pelajaran Guru Suci Junjungan kita Sang Buddha yang menunjukkan umat manusia dan para dewa ke jalan yang benar, terbebas dari kejahatan, dan membimbing mereka mencapai Nibbana.

3. Sangha Ratana (Mustika Sangha)
Sang Sangha adalah Persaudaraan Bhikkhu Suci yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian (Sotapanna, Sakadagami, Anagami, Arahat), sebagai pengawal dan pelindung Dhamma, dan mengajarkan Dhamma kepada orang lain untuk ikut melaksanakannya sehingga mencapai Nibbana.

Kebajikan Sang Budha
a. Araham (manusia suci yang terbebas dari kekotoran batin).
b. Sammasmbuddho (manusia yang mencapai Penerangan Sempurna dengan kekuatan sendiri).
c. Vijjacaranasampanno (manusia yang mempunyai Pengetahuan Sempurna dan melaksanakannya).
d. Sugato (Yang Terbahagia).
e. Lokavidu (manusia yang mengetahui dengan sempurna keadaan setiap alam).
f. Anuttaro purisadammasarathi (Pembimbing umat manusia tanpa bandingannya).
g. Satthadeva maussanam (Guru Suci Junjungan para dewa dan manusia).
h. Buddho (Pembangun kebenaran).
i. Bhagava (Junjungan).

Kebajikan Sang Dhamma
a. Svakkhato Bhagavata Dhamma (Dhamma adalah Ajaran Sang Buddha yang sempurna).
b. Sanditthiko (pelaksana yang melihat kesunyataan dengan kekuatan sendiri).
c. Akaliko (terbebas dari keadaan dan waktu).
d. Ehipassiko (mengundang datang memeriksa).
e. Opanayiko (patut dilaksanakan).
f. Paccatam Veditabbo Vinnuhi (dapat diselami oleh para Bijaksana dalam batinnya).

Kabajikan Sang Sangha
a. Supatipanno Bhagavato Savaka Sangho (Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang melaksanakan Dhamma Vinaya secara sempurna).
b. Ujupatipanno (Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang berkelakuan jujur).
c. Nayapatipanno (Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang berjalan di jalan yang benar (yang menuju Nibbana)).
d. Samicipatipanno (Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang penuh tanggung jawab dalam tindakannya).
e. Ahuneyyo (Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang patut diberikan persembahan).
f. Pahuneyyo (Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang patut diterima (diberikan penginapan dll)).
g. Dakkhineyyo ( Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang patut diberikan dana).
h. Anjalikaraniyo ( Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang patut dihormati).
i. Anuttaram punnakkhettam lokassa (Ariya Sangha siswa-siswa Sang Bhagava yang mempunyai jasa tiada taranya bagi dunia ini).


Sumber : Buku Vijja Dhamma

Pokok-Pokok Ajaran Sang Buddha Gautama

Agama Buddha yang oleh umat Buddha dikenal dengan Buddha Dhamma, bersumber pada kesunyataan yang diungkapkan oleh Sang Buddha Gautama lebih dari 2,500an tahun yang lalu, menguraikan hakekat kehidupan berdasarkan Pandangan Terang, dan oleh karenanya dapat membebaskan manusia dari ketidaktahuan  (avijja) dan penderitaan (dukkha).

Dalam sejarah perkembangan agama Buddha, telah timbul berbagai mazhab dan sekte, yang paling berbeda dalam cara masing-masing menafsirkan segi-segi tertentu dari ajaran Sang Buddha, namun semuanya memiliki landasan-landasan pokok dan tujuan yang sama, yang bersumber pada ajaran Sang Buddha Gautama. Perbedaaan yang terdapat adalah titik berat dan penekanan, tafsiran serta pengembangan falsafah dari pada landasan-landasan pokok tersebut.

Landasan-landasan dalam Agama Buddha yaitu :
1. Tiratana (Tiga Mustika)
2. Tilakhana (Tiga Corak Umum)
3. Cattari Ariya Saccani (Empat Kesunyataan Suci)
4. Kamma dan Patisandhi/ Punabbhava (Hukum Kamma dan Tumimbal Lahir)
5. Patticcasamupadda (Hukum Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan)
6. Nibbana (Kebahagiaan Tertinggi)


Inti Ajaran Buddha Gautama

TIGA NASEHAT SANG BUDDHA (OVADA 3) YAITU :
SABBAPAPASSA AKARANAM : tidak berbuat jahat (singkatan dari Vinaya Pitaka).
KUSALASSA UPASAMPADA : berbuat hanya untuk kebaikan (singkatan dari Sutta Pitaka).
SACITTAPARIYO DAPANAM : sucikan hati dan pikiran (singkatan dari Abhidhamma Pitaka).

Inti pati ajaran ini disabdakan oleh Sang Buddha Gautama pada waktu Magha Puja di Vihara Veluvanarama di Kota Rajagaha di hadapan 1,250 siswa beliau yang telah mencapai Arahat.

3 AKAR KEJAHATAN (AKUSALA MULA 3)
a. LOBHA
Secara etika berarti ketamakan, dan secara psikologis berarti terikatnya pikiran oleh objek-objek.
Inilah yang disebut Tanha (keinginan), kadang disebut kama atau nafsu indera (hawa nafsu)
b. DOSA
Secara etiak berarti kebencian, dan secara psikologis berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek, yaitu pertentangan atau konflik.
Mengenai ini terdapat 2 macam nama, yaitu Patigha (dendam atau tidak senang) dan Byapada (kemauan jahat).
c. MOHA
Berarti kebodohan batin atau kurang pengertian.
Disebut Avijja (tidak tahu), atau Annana (tidak berpengetahuan), atau Adassana (tidak nampak/ mengerti).

AKIBAT DARI AKUSALA MULA 3, YAITU :
-YEBHUYYAYENA HI SATTA TANHAYA PETTIVISAYAM UPPAJJANTI
(semua mahluk sebagian besar dilahirkan menjadi setan (peta) dan raksasa asura (asurakaya) dengan kekuatan lobha.
- DOSENA HI CANDAJATATAYA DOSASADISAM NIRAYAM UPPAJJANTI
(semua mahluk dilahirkan di alam neraka (niraya) dengan kekuatan Dosa).
- MOHENA HI NICCASAMMULAHAM TIRACCHANAYONIYAM UPPAJJANTI
(semua mahluk yang dilahirkan menjadi binatang (tiracchanayoni) dengan kekuatan Moha).

3 AKAR KEBAIKAN (KUSALA MULA 3)
 a. Alobha (tidak tamak)
 b. Adosa (tidak benci)
 c. Amoha (tidak bodoh)

Untuk menimbulkan Kusala Mula 3, kita wajib mengembangkan Dana (derma), Metta (cinta kasih), dan Panna (kebijaksanaan).

AKIBAT MELAKSANAKAN KUSALA MULA 3, YAITU :
- Berbahagia lahir batin dalam kehidupan sekarang ini
- Disenangi orang dan banyak kawan
- Setelah meninggal dunia akan bertumimbal lahir di Sugati Bhumi.

10 PERBUATAN JAHAT (AKUSALA KAMMA PATHA 10)
 a. Kayaduccarita (kejahatan jasmani)
- Panatipata (pembunuhan)
- Adinadana (pencurian)
- Kamesumicchacara (perzinahan)

b. Vaciduccarita (kejahatan perkataan)
- Musavadava (berdusta)
- Pisunavaca (memfitnah)
- Pharusavaca (bicara kasar)
- Samphappalapa (omong kosong)

c. Manoduccarita (kejahatan pikiran)
- Abhijjha (nafsu loba)
- Byapada (dendam)
- Miccha ditthi (pandangan salah)

AKIBAT DARI AKUSALA KAMMA PATHA 10 :
- Bila bertumimbal lahir di alam manusia , maka akan mengalami :
Pendek umur, berpenyakitan, miskin, dinista dan dihina, mempunyai banyak musuh, kurang kecerdasan atau
Bertumimbal lahir di alam Apaya (alam yang menyedihkan).

10 PERBUATAN BAIK (KUSALA KAMMA PATHA 10 )
a. Kayasucarita (kebaikan jasmani)
- Panatipata veramani (tidak membunuh)
- Adinnadana veramani (tidak mencuri)
- Kamesumicchacara veramani (tidak berzinah)

b. Vacisucarita (kebaikan perkataa)
- Musavada veramani (tidak berdusta)
- Pisunaya vacaya veramani (tidak memfitnah)
- Pharusaya vacaya veramani (tidak bicara kasar)
- Samphappalapa veramani (tidak omong kosong)

 c. Manosucarita (kebaikan pikiran)
- Anabhijjha (tidak nafsu loba)
- Abyapada (tidak dendam)
- Samma ditthi (pandangan benar)

AKIBAT DARI KUSALA KAMMA PATHA 10 :
- Bila bertumimbal lahir di alam manusia , maka akan mengalami :
Panjang umur,sehat, kaya raya, dipuja orang, mempunyai banyak kawan, pintar atau
Bertumimbal lahir di alam Dewa/ Brahma.


Sumber : Buku Vijja Dhamma

Tuhan YME Dalam Agama Buddha

Setiap agama bersandikan KeTuhanan Yang Maha Esa, terlepas dari pengertian dan makna yang diberikan oleh tiap-tiap agama terhadap Tuhan YME.

Demikian pula agama Buddha, bersandikan KeTuhanan YME, setiap pemeluk sadar, percaya adanya Tuhan YME.

Tuhan adalah Yang Mutlak, Yang Tertinggi, Yang Maha Esa, dan akhir tujuan dari semua mahluk.

Yang Mutlak (Tuhan) dalam agama Buddha tidaklah dipandang sebagai suatu pribadi (punggala adhitthana) yang kepada-Nya umat Buddha memanjatkan doa dan menggantungkan hidupnya.

Agama Buddha mengajarkan bahwa nasib, penderitaan dan keberuntungan manusia adalah hasil dari perbuatannya sendiri di masa lampau, sesuai dengan Hukum Kamma yang merupakan satu aspek Dhamma.

"Yang Mutlak" adalah istilah falsafah, bukanlah istilah yang biasa dipakai dalam kehidupan keagamaan (Tuhan YME).

Kepercayaan terhadap Tuhan YME dalam agama Buddha kita dapatkan dari sabda-sabda Sang Buddha Gautama, seperti yang dituliskan dalam Kitab Udana :

"Para Bhikkhu, ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Menjelma, Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Para Bhikkhu, bila tak ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Menjelma, Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka tidak ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Menjelma, Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu".

Untuk memahami Yang Mutlak ini, seseorang harus mengembangkan pengertiannya, dari pengertian duniawi (lokiya) sampai memperoleh pengertian yang mengatasi duniawi (lokuttara), yang hanya dapat dicapai oleh insan yang sadar, yang telah membebaskan diri dari cengkeraman kamma dan tumimbal lahir.

Pengertian ini tidak dapat dimiliki oleh manusia yang batinnya masih dicengkeram oleh keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kegelapan batin (moha).

Dalam sebutan sehari-hari terhadap "Yang Mutlak", umat Buddha Indonesia menggunakan istilah nasional yaitu, Tuhan YME.


Sumber : Buku Vijja Dhamma

Otoritas Tertinggi Dalam Agama Buddha

Dalam kerangka ajaran Sang Buddha Gautama, sejauh berhubungan dengan pembebasan dari derita, tidak dikenal adanya "lembaga pemegang otoritas tertinggi".

Hal ini dapat dibuktikan dalam sabda Sang Buddha Gautama yang terdapat dalam Kalama Sutta dan Maha Parinibbana Sutta.

Hubungan yang wajar dan sepatutnya antara umat awam dengan para Bhikkhu telah digariskan dengan jelas oleh Sang Buddha Gautama dalam Sigalovada Sutta.

"Jangan engkau menerima segala sesuatu hanya karena itu berdasarkan atas laporan, tradisi, kabar angin, tertulis di dalam kitab-kitab suci ... atau hanya karena hormat terhadap guru (pandita). Akan tetapi, bilamana engkau ketahui sendiri... "hal-hal ini tidak baik, tercela, tidak dibenarkan oleh para bijaksana, tidak sesuai untuk dilaksanakan, menimbulkan kerugian dan penderitaan, maka engkau harus meninggalkannya ... bilamana engkau ketahui sendiri ... "hal-hal ini baik, tidak tercela, dipuji oleh para bijaksana, sesuai untuk dilaksanakan, membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan, maka terimalah hal-hal itu dan laksanakanlah dalam hidupmu". ~Anguttara Nikaya I, 189.

Dalam Maha Parinibbana Sutta (Digha Nikaya 16) antara lain dikatakan "apa yang telah Kutunjukkan dan Kuajarkan (Dhamma Vinaya) inilah yang akan menjadi gurumu setelah Aku tiada".

Hubungan antara Bhikkhu dengan umat awam merupakan hubungan yang bersifat moral religius semata-mata dan bersifat timbal balik sebagaimana dijelaskan Sang Buddha Gautama dalam Sigalovada Sutta :

"Umat awam hendaknya menghormati Bhikkhu dengan : membantu dan memberlakukan mereka dengan perbuatan , kata-kata dan pikiran baik, membiarkan pintu terbuka bagi mereka dan memberikan makanan serta keperluan yang sesuai dengan mereka.

Sebaliknya para Bhikkhu yang mendapat penghormatan demikian mempunyai kewajiban terhadap umat awam , yaitu : melindungi dan mencegah seseorang dari perbuatan jahat, memberi petunjuk untuk melakukan perbuatan baik, mencintai mereka dengan hati yang tulus, menerangkan ajaran yang belum didengar atau diketahui, menjelaskan apa yang belum dimengerti, dan menunjukkan Jalan untuk menuju pembebasan".

Dengan demikian, para Bhikkhu yang benar-benar menjalankan Dhamma Vinaya adalah sahabat yang baik (Kalyana Mitta), yang sepatutnya mendapat pelayanan dan penghormatan yang layak dari umat awam.


Sumber : Buku Vijja Dhamma

Kitab Suci Agama Buddha

Kitab Suci Agama Buddha terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. VINAYA PITAKA
2. SUTTA PITAKA
3. ABHIDHAMMA PITAKA

Oleh karena itu, Kitab Suci Agama Buddha dinamakan TIPITAKA (dalam bahasa Pali) atau TRIPITAKA (dalam bahasa Sanskerta).

1. VINAYA PITAKA
Berisi hal-hal yang berkenaan dengan para Bhikkhu dan Bhikkhuni, terdiri atas 3 bagian, yaitu :
a. Sutta Vibhanga (Berisi peraturan-peraturan bagi para Bhikkhu dan Bhikkhuni).
- Bhikkhu Vibhanga berisi 227 peraturan yang mencakup 8 jenis pelanggaran, diantaranya terdapat 4 pelanggaran yang menyebabkan dikeluarkan Bhikkhu dari Sangha dan tidak dapat menjadi Bhikkhu lagi seumur hidup, yaitu berhubungan kelamin, mencuri, membunuh atau menganjurkan orang lain bunuh diri, dan membanggakan diri secara tidak benar tentang tingkat-tingkat kesucian atau kekuatan batin luar biasa yang dicapai. Untuk 7 jenis pelanggaran lainnya akan ditetapkan hukuman dan pembersihan sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang bersangkutan.
-Bhikkhuni Vibhanga berisi 311 peraturan hampir sama dengan Bhikkhu Vibhanga.

b.Khandhaka, terbagi menjadi 2 kitab, yaitu Mahavagga dan Cullavaga
- Mahavagga berisi tentang peraturan-peraturan dan uraian tentang penahbisan Bhikhu, Upacara Uposatha pada bulan purnama dimana dibacakan Patimokkha (peraturan disiplin untuk para Bhikkhu), peraturan tentang tempat tinggal selama musim hujan (vassa), upacara pada akhir vassa (pavarana), peraturan mengenai jubah, peralatan, obat-obatan dan makanan, pemberian jubah Khatina setiap tahun, peraturan tentang Bhikkhu yang sakit, tidur, bahan jubah, tata cara melaksanakan sanghakamma (upacara sangha) dan tata cara dalam hal terjadi perpecahan.
- Cullavaga berisi peraturan-peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran, tata cara penerimaan kembali Bhikkhu ke dalam sangha setelah melakukan pembersihan atas pelanggarannya, tata cara untuk menangani masalah-masalah yang timbul, berbagai peraturan mengenai cara mandi, mengenakan jubah, tempat tinggal, peralatan, tempat bermalam, dsb, perpecahan-perpecahan kelompok Bhikkhu, kewajiban-kewajiban guru (Acariya) dan calon Bhikkhu (Samanera), pengucilan dari upacara pembacaan Patimokkha, penahbisan dan bimbingan bagi Bhikkhuni, kisah mengenai Pasamuan Agung Pertama di Rajagaha, dan kedua di Vesali.

c. Parivara
Memuat ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya, yang disusun dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.

2. SUTTA PITAKA
Terdiri dari 5 kumpulan buku, yaitu :
a. Digha Nikaya
- Merupakan buku pertama dari Sutta Pitaka.
- Terdiri dari 34 sutta panjang.
- Terbagi menjadi 3 vagga, yaitu Silakkhandavagga, Mahavagga, dan Pativagga.
Beberapa sutta yang terkenal, yaitu :
- Brahmajala Sutta (62 pandangan salah).
- Samannaphala Sutta (menguraikan buah kehidupan pertapa).
- Sigalovada Sutta (patokan-patokan penting dalam kehidupan sehari-hari umat berumah tangga).
- Mahasitimatthana Sutta (tuntunan untuk meditasi Pandangan Terang/ Vipassana).
- Mahaparinibbana Sutta (mengenai hari-hari terakhir Sang Buddha Gautama).

b. Majjhima Nikaya
- Buku kedua dari Sutta Pitaka, memuat khotbah-khotbah menengah.
- Terdiri dari 3 bagian (pannasa), yaitu : 2 pannasa pertama (masing-masing 50 sutta), dan yang terakhir (52 sutta).
Beberapa Sutta diantaranya :
- Ratthapala Sutta
- Vasettha Sutta
- Angulimala Sutta
- Anapanasati Sutta
- Kayagatasati Sutta dsb

c. Anguttara Nikaya
- Buku ketiga dari Sutta Pitaka
- Terbagi menjadi 11 nipata (bagian) dan meliputi 9,557 sutta (disusun berdasarkan nomor).

d. Samnyutta Nikaya
- Buku keempat, memuat 7,762 sutta.
- Dibagi menjadi 5 vagga utama, 56 bagian yang disebut Samnyutta.

e. Khuddaka Nikaya
- Buku kelima, terdiri atas 15 kitab.

3. ABHIDHAMMA PITAKA
Berisi uraian filsafat Buddha Dhamma yang disusun secara analitis, mencakup berbagai bidang, seperti : ilmu jiwa, logika, etika, dan metafisika.
Terdiri dari 7 jilid buku (pakarana), yaitu :
a. Dhammasangani (menguraikan etika dilihat dari sudut pandang jiwa).
b. Vibhanga (menguraikan apa yang terdapat dari buku Dhammasangani dengan metode berbeda, dibagi menjadi 8 bab, dan masing-masing bab mempunyai 3 bagian, Suttantabhajaniya, Abhidhammabhajaniya, dan Pannapucchaka atau daftar-daftar pertanyaan).
c. Dhatukatha (menguraikan unsur-unsur batin, dibagi menjadi 14 bagian).
d. Puggalapannatti (menguraikan tentang watak-watak manusia (puggala), dikelompokan menurut nomor, dari kelompok satu sampai dengan sepuluh, seperti sistem di Kitab Anguttara Nikaya).
e. Kathavatthu (terdiri atas 23 bab merupakan percakapan-percakapan (katha) dan sanggahan terhadap pandangan-pandangan salah, yang dikemukan oleh berbagai sekte tentang hal yang berhubungan dengan theologi dan metafisika).
f. Yamaka (dibagi menjadi 10 bab, Mula, Khandha, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya, Citta, Dhamma, dan Indriya).
g. Patthana (mengenai sebab-sebab yang berkenaan dengan 24 Paccaya(hubungan antara batin dengan jasmani)).

Gaya bahasa dalam Kitab Suci Abhidhamma Pitaka berbeda bersifat teknis dan analisis, berbeda dengan gaya bahasa dalam Kitab Suci Sutta Pitaka dan Vinaya Pitaka yang bersifat naratif, sederhana, dan mudah dimengerti oleh umum.


Sumber : Buku Vijja Dhamma

Buddha Dhamma

Agama Buddha biasanya dikenal dengan Buddha Dhamma. Seluruh ajaran Sang Buddha Gautama dapat disarikan dalam satu kata saja, yang dalam bahasa Pali nya disebut Dhamma atau dalam bahasa Sanskerta disebut dengan Dharma.

Bahasa Pali adalah bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat di kerajaan Magadha, pada masa hidup Sang Buddha Gautama.

Dhamma berarti "Kesunyataan Mutlak, Kebenaran Mutlak atau Hukum Abadi".

Dhamma bukan hanya ada di dalam hati atau pikiran manusia saja, tetapi di seluruh alam semesta.

Jika bulan timbul dan tenggelam, hujan turun, tanaman tumbuh, musim berubah, hal ini tidak lain disebabkan oleh Dhamma.

Dhamma merupakan Hukum Abadi yang meliputi seluruh semesta yang membuat segala sesuatu bergerak seperti ilmu fisika, kimia, hayat, astronomi, psikologi, dsb.

Dhamma adalah kebenaran semesta dari segala sesuatu yang berbentuk dan yang tidak berbentuk.

Sedangkan sifat Dhamma adalah abadi, tidak dapat berubah atau diubah.

Dengan demikian Buddha Dhamma adalah Dhamma yang disadari dan dibabarkan oleh Sang Buddha Gautama.

Ada atau tidak adanya Buddha, Hukum Abadi (Dhamma) itu akan tetap ada sepanjang jaman.

Sang Buddha bersabda : " O para Bhikkhu, apakah para Tathagata muncul (di dunia) atau tidak, Dharma akan tetap ada, merupakan hukum yang abadi". ~Dhammaniyama-Sutta.

Bila manusia ada di dalam Dhamma ia akan melepaskan dirinya dari penderitaan dan mencapai Nibanna, akhir dari semua derita.

Hal itu tidak dapat dicapai melalui sembahyang, mengadakan upacara-upacara atau memohon kepada dewa.

Akhir derita hanya dapat dicapai dengan meningkatkan kemampuan batin, dengan jalan berbuat kebajikan, mengendalikan pikiran dan menyucikan batin, sehingga dapat menaklukkan badai di hati serta mengembangkan cinta kasih dan kasih sayang dalam dirinya kepada semua mahluk.

Sang Buddha bersabda "engkau sendirilah yang harus berusaha, Sang Tathagata hanya penunjuk jalan". ~Dhammapada, 276.

Buddha bukanlah nama yang dimonopoli oleh seseorang, tetapi sebuah sebutan atau gelar dari suatu keadaan batin yang sempurna.

Buddha berarti "Yang Sadar, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna, atau Yang telah mencapai Kebebasan Agung dengan kekuatan sendiri".

Dengan demikian, Buddha Dhamma adalah agama yang pada hakekatnya mengajarkan Hukum-Hukum Abadi, pelajaran tata susila yang mulia, ajaran agama yang mengandung filsafat-filsafat mendalam yang merupakan keseluruhan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Buddha Dhamma memberikan para penganutnya suatu pandangan Hukum Abadi, yaitu hukum-hukum alam semesta sebagai kekuatan yang menguasai dan mengaturnya.

Hal ini semua menunjukkan bahwa di atas hidup keduniawian yang fana ini terletak suatu tujuan yang lebih tinggi yang menerangi serta membangun kekuatan-kekuatan batin yang baik untuk diarahkan pada tujuan yang luhur dan suci.

Buddha Dhamma adalah ajaran yang berlandaskan cinta kasih, tanpa mengenal dan menggunakan kekerasan.


Sumber : Buku Vijja Dhamma

Sejarah Singkat Buddha Gautama

Nama kecil beliau adalah Siddharta Gautama yang artinya "Yang akan tercapai segala cita-citanya".

Ayah dari Siddharta Gautama adalah Raja Suddhodana dan Ibunya bernama Ratu Mayadevi atau Mahayana.

Raja Suddhodana memerintah di kota Kavilavasthu, ibukota dari kerajaan Sakya, di daerah India Utara (sekarang kerajaan Nepal).

Pangeran Siddharta dilahirkan di Taman Lumbini di bawah pohon Sala, pada waktu bulan purnama siddhi Vesakha, kira-kira 623 SM.

Pangeran Siddharta diramalkan oleh pertapa Asita dan Kondanna bahwa kelak ia akan menjadi Buddha. Sedangkan, para brahmana istana meramalkan :
- Jika Pangeran Siddharta menjadi raja, maka ia akan menjadi seorang Raja Dunia (Cakkavatti).
- Jika Pangeran Siddharta menjadi pertapa, maka ia akan menjadi Buddha.

Ratu Mahayana meninggal dunia ketika Pangeran Siddharta berumur 7 hari. Kemudian Pangeran Siddharta dirawat oleh bibinya yang bernama Pajapati (adik kandung Ratu Mahayana) yang juga dinikahi oleh Raja Suddhodana. Dari pernikahan ini kemudian lahir seorang putra bernama Nanda dan seorang putri bernama Rupananda.

Raja Suddhodana mendirikan 3 buah istana untuk Pangeran Siddharta agar kelak beliau menjadi raja besar.

Pada usia 16 tahun, Pangeran Siddharta dinikahkan dengan putri tercantik pada waktu itu, yang bernama Yasodhara (setelah memenangkan sayembara).

Orang tua dari putri Yasodhara, ayahnya bernama Raja Suppabuddha dan ibunya bernama Ratu Pamita.

Perkawinan Pangeran Siddharta dengan putri Yasodhara memperoleh seorang putra yang bernama Rahula, yang artinya "Belenggu".

Dalam perjalanan keliling kota untuk pertama kalinya, Pangeran Siddharta melihat :
- Jinna        : seorang tua-renta
- Byadhita  : seorang sakit parah
- Kalakata  : orang mati (meninggal)
- Pabbajita : seorang pertapa

Empat peristiwa di atas yang dilihat oleh Pangeran Siddharta dikenal dengan sebutan Deva-duta (4 pesuruh dewa).

Setelah melihat 4 peristiwa tersebut, Pangeran Siddharta menyadari bahwa terlahir sebagai manusia mengalami Anicca (tidak kekal), yang menimbulkan Dukkha (penderitaan).

Kemudian, beliau bertekad untuk membebaskan manusia dari Dukkha.

Pada saat umur 29 tahun, beliau meninggalkan istana dan keluarganya untuk menjalani hidup sebagai pertapa.

Beliau bertapa di hutan Uruvela, pernah berguru kepada Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta, tetapi dalam waktu singkat sudah dapat menyamai kepandaian gurunya.

Selanjutnya beliau menyadari apa yang telah ia capai tidak dapat melenyapkan Dukkha.

Dan memulai mencari jalan sendiri, melanjutkan pertapaan yang ekstrim (menyiksa diri) bersama kelima temannya yaitu Kondanna, Mahanama, Assaji, Bhaddiya dan Vappa.

Namun usaha beliau tidak berhasil dan hampir mati, seorang gembala menolongnya dengan memberikan sedikit bubur, kemudian sadar kalau menyiksa diri bukanlah cara untuk melenyapkan Dukkha.

Tersadarkan dengan keadaan tersebut, beliau mengetahui hanya kesucian pikiranlah yang dapat melenyapkan Dukkha.

Akhirnya beliau mulai makan satu kali sehari sebelum pukul 12 siang.

Cara hidup seperti ini disebut Majjhima Patipada, yang artinya Jalan tengah yang menghindari dua eksrtim, hidup menyiksa diri dan hidup berfoya-foya.

Dengan menjalani cara hidup seperti ini, kelima teman beliau meninggalkannya dan berpendapat bahwa beliau bukanlah seorang pertapa lagi.

Sebelum mencapai tingkat kesucian tingkat Buddha, makanan terakhir yang beliau terima berasal dari seorang wanita yang bernama Sujata.

Pangeran Siddharta mencapai kesucian tingkat Buddha di bawah pohon Bodhi di hutan Gaya pada saat purnama siddhi Vesakha dalam usia 35 tahun.

Buddha berarti yang telah sadar, telah bangun, atau telah mencapai penerangan sempurna.

Kemampuannya seperti :
- Pubbenivasanussatinana : kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir yang dahulu.
- Dibbacakkhunana : mata batin, kemampuan untuk melihat alam-alam halus dan sanggup melihat muncul lenyapnya mahluk-mahluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan kammanya masing-masing.
- Asava kkhayanana : kemampuan memusnahkan asava (kotoran batin).
- Cetopariyanana : kemampuan untuk membaca pikiran mahluk-mahluk lain.
- Dibbasotanana : telinga batin, kemampuan untuk mendengar suara-suara dari alam apaya, alam manusia, alam dewa, dan alam brahma, yang dekat maupun jauh.
- Iddhividhanana : kekuatan magis, yang terdiri atas :
a. Adhittana-iddhi : dengan kekuatan kehendak mengubah tubuh menjadi banyak dan sebaliknya.
b. Vikubbana-iddhi : kemampuan untuk menyalin rupa menjadi anak kecil, raksasa, membuat diri menjadi tidak tertampak.
c. Manomaya-iddhi : kemampuan untuk mencipta dengan kekuatan pikiran, seperti menciptakan harimau, dewi, pohon dsb.
d. Nanavipphara-iddhi : pengetahuan menembus ajaran.
e. Samadhivipphara-iddhi : konsentrasi, lebih jauh memiliki : menembus dinding, tanah dan gunung. Menyelam ke bumi bagai menyelam ke dalam air. Kemampuan berjalan di atas air, melawan api, dan terbang di angkasa.

* Asavakkhayanana disebut Lokuttara-abhinna (tenaga batin luhur), sedangkan yang lainnya disebut Lokiya-abhina (tenaga batin duniawi).

Sang Buddha Gautama pertama kali menyebarkan Dhamma di Taman Rusa Isipatthana kepada 5 orang pertapa yang dahulu pernah bersamanya.

Khotbah pertama pada saat purnama siddhi Asalha (Asadha) dikenal dengan Dhammacakka pavatthana (Pemutaran Roda Dhamma).

Setelah mendengar khotbah tersebut, kelima pertapa mencapai tingkat kesucian dan menjadi pengikut Buddha sebagai Bhikkhu.

Pengikut Buddha yang pertama sebagai Upasaka adalah dua orang saudagar yang bernama Tapussa dan Balikha.

Mereka berdua bertemu Sang Buddha dalam perjalanan dari Uruvela menuju Isipatthana, sebelum khotbah pertama.

Murid pertama Sang Buddha sebagai Bhikkhu setelah kelima pertapa adalah seorang putra hartawan dari Benares bernama Yasa.

Pengikut wanita pertama sebagai Upasika adalah ibu dari Yasa.

Sang Buddha menerima murid calon Bhikkhu masuk menjadi anggota Sangha dengan mengucapkan "Ehi Bhikkhu" yang berarti "marilah Bhikkhu". Cara ini disebut Ehi Bhikkhu Upasampada.

Calon Bhikkhu mencukur rambutnya dengan mengucapkan Tisarana (Tiga Perlindungan). Cara ini disebut Tisarana Gamana Upasampada. Dua cara ini sekarang sudah tidak dipergunakan lagi untuk penerimaan anggota Sangha.

Cara yang sekarang adalah :
- Calon harus menjadi Samanera dahulu.
- Setelah dinilai cukup memenuhi syarat, barulah kemudian Sangha berkumpul untuk menentukan penerimaan anggota Sangha (cara ini disebut Natti Catutthakamma Upasampada, yang artinya penerimaan melalui persidangan Sangha yang jumlah persamaan Sangha ditentukan).

Syarat menjadi Bhikkhu :
- Seorang laki-laki, bukan orang cacat, mencapai usia 20 tahun dihitung sejak dalam kandungan ibunya, belum pernah melakukan perbuatan jahat (akusalagaruka-kamma) sebelumnya, belum pernah melakukan perbuatan jahat terhadap ajaran Sang Buddha.

Murid-murid Sang Buddha :
Y.A Sariputta (memiliki kebijaksanaan tertinggi).
Y.A Moggalana (memiliki kesaktian tertinggi).
Y.A Ananda (melayani paling lama Sang Buddha, mengabdi selama 25 tahun).
Y.A Angulimala (berasal dari seorang penjahat).
Y.A Pajapati (murid pertama yang menjadi Bhikkhuni).
Rahula (murid pertama yang menjadi Samanera, di usia 7 tahun).

Sang Buddha menunjukkan kemampuan seorang Buddha sebelum memasuki kota Kavilavastu ketika beliau akan menjumpai Raja Suddhodana.

Yang memberikan makanan terakhir sebelum Sang Buddha Gautama wafat (parinibbana) adalah seorang pancai besi bernama Canda.

Sang Buddha mencapai parinibanaa di bawah pohon Sala kembar di Kusinara pada saat purnama siddhi Vesakha tepat pada usia 80 tahun.

Tahun Buddha dimulai perhitungannya ketika Buddha Gautama parinibbana.

Setelah Sang Buddha mencapai parinibbana diadakannya Sanghasamaya yang pertama di Rajagaha, untuk menghimpun ajaran Buddha Gautama, dihadiri 500 Arahat di bawah ajaran Y.A Maha Kassapa.

Yang mengulangi Vinaya yang telah diadakan Sang Buddha Gautama disebut Vinaya Pittaka adalah Y.A Upali.

Yang mengulangi Sutta yang telah dikhotbahkan oleh Sang Buddha Gautama disebut Sutta Pittaka adalah Y.A Ananda.

Yang mengulangi Abhidhamma yang telah dikhotbahkan Sang Buddha Gautama disebut Abhidhamma Pitaka adalah Y.A Maha Kassapa.

Pesan Sang Buddha Gautama sebelum Parinibbana adalah "Vayo dhamma sankhara, sabbe sankhara anicca, apamadena sampadetha". Yang artinya semuanya tidak kekal, berjuanglah dengan sungguh-sungguh agar mencapai kesucian.

Yang berhasi menyelesaikan perselisihan dalam pembagian relic Sang Buddha Gautama adalah Brahmana Dona, dan membagi relic Sang Buddha Gautama menjadi 8 bagian.


Sumber : Buku Vijja-Dhamma